Anjrahuniversity.com – Menyimak sebuah podcast, kita bisa belajar Tips Hidup Sehat Secara Alami dari dr. Hans Pranoto, CSN, PN1.
Siapa dokter Hans? dr. Hans Pranoto mungkin masih baru di telinga sebagian orang. Ia lulusan kedokteran yang awalnya ingin melanjutkan sekolah spesialis bedah, namun tak diterima. “Enggak keterima. Sesimpel itu aja jawabannya,” kenangnya.
Perjalanan yang awalnya dianggap kegagalan justru menjadi pintu masuk ke jalur baru: naturopati.
Kini, Hans dikenal sebagai salah satu dokter muda yang vokal mempromosikan pola hidup sehat alami. Ia aktif mengedukasi masyarakat lewat Instagram, YouTube, dan sesi konsultasi online.
Yang membuatnya unik adalah latar belakang ganda: ia dokter medis, tetapi juga menempuh pendidikan naturopati di luar negeri. Kombinasi ini membuatnya bisa melihat dua dunia sekaligus: alopati (medis konvensional) dan naturopati (ilmu kesehatan holistik).
Hans mengaku, motivasi awal hidup sehat justru sangat sederhana.
Waktu kuliah ia minder karena perutnya buncit.
“Awalnya dari perut. Rasanya kayak om-om banget. Mau perpisahan di Bali, ke pantai, malu dong kalau perut buncit.”
Dari situlah ia bertekad menjaga pola makan, olahraga, dan sejak 2008 berkomitmen tidak pernah lagi menyentuh gorengan.
Apa Itu Naturopati?
Naturopati adalah cabang ilmu kesehatan yang berfokus pada penyembuhan alami dan holistik.
“Obat itu tidak salah, tapi tidak menyelesaikan masalah“, Kata Hans
Artinya, ia mencari akar masalah, bukan sekadar menekan gejala.
Hans menjelaskan, “Obat itu pilihan terakhir banget. Kalau batuk, jangan buru-buru cari obat batuk. Kalau demam, jangan langsung obat penurun panas. Cari tahu dulu kenapa tubuh memberi sinyal itu.”
Naturopati punya banyak cabang:
- herbal atau jamu,
- homeopati,
- tusuk jarum/acupressure,
- hipnoterapi untuk tidur,
- hingga konseling nutrisi.
Prinsipnya tetap sama: melihat tubuh sebagai satu kesatuan.
Hans menekankan, “Tubuh kita itu satu kesatuan. Kalau ada masalah glaukoma, orang pikir ya sudah ke spesialis mata. Kalau ada eksem, ke spesialis kulit. Apakah salah? Tidak salah. Tapi sering kali masalahnya bukan di situ, bisa dari liver, ginjal, tiroid, atau pankreas. Kalau hanya lihat lokalnya, kita kehilangan gambaran utuh.”
Naturopati vs Alopati
Kedokteran modern (alopati) terbukti sangat kuat di bidang gawat darurat: operasi, trauma, penyakit akut.
Tapi ada kelemahannya di penyakit kronis. Obat-obatan lebih sering dipakai untuk mengontrol gejala, bukan menyelesaikan akar masalah.
Hans memberi contoh, pasien darah tinggi seumur hidup minum obat penurun tekanan darah.
Pasien diabetes terus menerus bergantung pada obat. “Kalau kita hanya meredakan gejala, masalahnya akan kembali lagi. It will coming back,” tegasnya.
Bagi Hans, obat itu penting tapi harus ditempatkan dengan benar.
“Kalau pasien datang tensinya 200, kalau enggak kita kasih obat, keburu game over. Tapi setelah stabil, pola hidup harus diperbaiki supaya enggak minum obat seumur hidup.”
Inflamasi vs Infeksi
Salah satu edukasi Hans yang sering memantik kesadaran publik adalah perbedaan inflamasi (peradangan) dan infeksi. “Infeksi pasti inflamasi. Inflamasi belum tentu infeksi,” ujarnya.
Contoh mudah, jatuh dan memar itu inflamasi. Kalau lukanya terbuka dan bernanah, barulah infeksi.
Bedanya, inflamasi kronis sering tidak terlihat. Luka kecil di pembuluh darah, misalnya, tidak kasat mata. Tapi bisa berujung penyakit jantung jika dibiarkan.
Menurut Hans, masalah terbesar adalah masyarakat terbiasa memadamkan gejala. “Demam itu sebetulnya ketika tubuh lagi perang. Kalau kita matikan demamnya, berarti kita lagi matikan perangnya.”
Kaidah Sehat Harian
Ada empat kaidah utama tips sehat ala dr. Hans, apa saja?
- Makan benar – belajar mengenali kandungan makanan, bukan sekadar nama.
- Gerak cukup – olahraga rutin, tapi jangan jadi alasan makan sembarangan.
- Tidur cukup – regenerasi sel terjadi di malam hari.
- Kelola stres – stres kronis bisa memicu autoimun hingga kanker.
Hans menegaskan, “Olahraga itu bukan alasan kita bisa makan apapun. I love exercise, but I still pay attention to what I eat.”
Cek Laboratorium yang Disarankan
Meskipun hidup sehat, Hans tetap rutin melakukan medical check-up, “Saya pun pribadi selalu check up. Jangan jadikan saya tolok ukur. Karena saya juga makan di luar, jadi tetap cek darah.”
Tes | Fungsi |
Apolipoprotein B (ApoB) | Penanda risiko kardiovaskuler |
CRP | Penanda inflamasi |
Laju Endap Darah (LED) | Viscositas atau kekentalan darah |
Insulin puasa | Respon tubuh terhadap makanan |
Tentang Makanan Manis
Banyak pasien takut makanan manis karena dikaitkan dengan diabetes.
Hans meluruskan, “Kurma itu manis. Ubi cilembu itu manis. Dan it’s good. Jadi manis tidak selalu jelek.”
Masalahnya bukan pada rasa, tapi pada kandungan dan jumlah.
Gula dan pati yang berlebihan bisa memicu fatty liver dan diabetes.
Sering kali orang merasa “belum makan” padahal sudah kenyang jajanan pasar yang penuh pati.
Masalah Lemak
Banyak orang mengira makan lemak otomatis bikin gemuk.
Hans membantah, “Lemak dalam makanan tidak lantas bikin penumpukan lemak di tubuh. Sama seperti kolesterol dalam makanan tidak otomatis bikin kolesterol darah naik.”
Yang berbahaya adalah viseral fat, lemak yang membungkus organ vital.
Tanda paling mudah adalah perut buncit. “Jangan lihat berat badan dulu. Lihat lingkar pinggang dulu,” tegasnya.
Membaca Gizi di Piring
Hans melatih pasiennya membaca kandungan piring. “Kalau makan nasi kuning dengan kentang, perkedel, keripik, sambal, itu semua karbohidrat. Jadi bukan lihat ini nasi, ini lauk, ini kerupuk, tapi sebut: karbohidrat, karbohidrat, karbohidrat.”
Dengan cara ini, pasien jadi sadar kalau piringnya terlalu dominan karbohidrat tanpa seimbang protein, lemak baik, dan serat.
IBS vs IBD, Maag, dan GERD
Masalah pencernaan sering disalahpahami.
IBS (Irritable Bowel Syndrome) ditandai diare dan sembelit bergantian.
IBD (Inflammatory Bowel Disease) lebih serius karena melibatkan peradangan kronis usus.
Hans meluruskan soal maag dan GERD. “Please again, jangan berpikir asam lambung itu too much. Justru banyak kasus karena asam lambung kurang berkualitas.”
Asam lambung yang sehat sangat asam, pH 1,5–3,5. Obat penurun asam lambung justru bisa memperburuk masalah.
Vitamin dan Suplemen
Hans menekankan pentingnya vitamin D, magnesium, dan vitamin B1.
Defisiensi vitamin D, misalnya, bisa melemahkan sistem saraf autonom yang mengatur katup lambung sehingga gampang GERD.
“Vitamin D itu prohormon. Untuk membentuk vitamin D kita perlu kolesterol. Makanya orang yang konsumsi statin jangka panjang kemungkinan besar defisiensi vitamin D,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa vitamin D dosis tinggi perlu diimbangi vitamin K2 agar kalsium tidak menumpuk di pembuluh darah.
Self-Healing: Tubuh Mampu Menyembuhkan Diri
Hans percaya tubuh pada dasarnya selalu mencari keseimbangan.
Gejala adalah cara tubuh berbicara.
“Ketika kita punya masalah kesehatan, yang terjadi di tubuhmu adalah kamu kehilangan keseimbangan. Tubuh berusaha mencari keseimbangan itu kembali, caranya dengan memunculkan gejala supaya kita memperhatikan.”
Karena itu, jangan buru-buru mematikan gejala.
“Jadi namanya kita untuk sehat itu sebetulnya bukan karena kita kecukupan obat. Jadi kalau kita bicara sehat itu bukan karena kita cukup obat. Sakit itu bukan karena kita kekurangan obat.”
Dengarkan tubuh, lalu bantu dengan nutrisi, istirahat, dan pola hidup sehat.
Kolesterol dan Cocokologi
Hans sering menemukan pasien salah paham soal kolesterol.
Banyak yang takut makanan berkolesterol, padahal kolesterol makanan tidak otomatis menaikkan kolesterol darah.
Ia mencontohkan, “Kolesterol cuma ada di hewan. Jadi minyak zaitun, alpukat, kelapa, itu enggak mengandung kolesterol. Kolesterol dari makanan enggak langsung jadi kolesterol darah, karena pasti dimetabolisme dulu di liver.”
Ia menolak cocokologi populer seperti “makan kolesterol pasti bikin kolesterol tinggi.”
Justru kelebihan gula dan pati lebih sering jadi pemicu kolesterol tinggi.
Mind dan Spirit
Hans menekankan perbedaan antara mind (jiwa) dan spirit (roh).
Banyak pasien sakit kronis berawal dari luka batin, konflik keluarga, atau stres berkepanjangan.
“Banyak pasien autoimun punya hubungan dengan orang tua yang kurang baik. Ini bukan menggeneralisasi, tapi sering kali ada hubungannya.”
Ia melihat, masalah emosional kronis bisa mewujud dalam tubuh.
Stres harian yang tak dikelola bisa memperlemah sistem imun, membuka pintu bagi penyakit.
Hati yang Gembira Adalah Obat
Pesan favorit Hans adalah kalimat sederhana, “Hati yang gembira memang adalah obat.”
Saat hati gembira, tubuh menghasilkan neurotransmitter seperti serotonin, endorfin, oksitosin, dan GABA.
Itu semua memperbaiki saraf, menyeimbangkan hormon, dan meningkatkan imunitas.
Ia membedakan antara happiness dan pleasure.
“Happiness not pleasure. Karena banyak orang bilang yang penting gua happy. Padahal beda banget antara sukacita dan sekadar kesenangan.”
Penutup
Belajar dari Dr. Hans Pranoto, sehat alami bukan sekadar pantangan makanan.
Sehat alami berarti sadar pada tubuh, memahami sinyal gejala, menjaga keseimbangan hidup, serta menguatkan jiwa.
Obat tetap penting, tapi bukan segala-galanya.
Sehat itu soal makan yang benar, tidur yang cukup, olahraga rutin, manajemen stres, check-up berkala, dan hati yang gembira.
Hans menutup setiap sesi dengan pesan penuh harapan: “Hari ini bukan hari yang baik untuk menyerah. Katakan itu setiap hari. You are loved.”
Semoga Bermanfaat
Anjrah Ari Susanto, S.Psi.